Tahtanews.com – Siapa yang tidak tidak tau layang-layang? Kebanyakan orang mengetahuinya. Layang-layang merupakan permainan tradisional Indonesia. Bukan hanya anak-anak yang gemar, tetapi orang dewasa juga menggemari permainan tradisional (layang-layang) itu.
Secara umum layang-layang terbuat dari bambu, kertas, berkerangka. Saat menerbangkannya ke udara memakai tali atau benang sebagai kendali.
Masyarakat Kelurahan Betara Kiri, Kecamatan Kuala Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat gemar memodifikasi bentuk layang-layang. Salah satu bentuk modifikasi adalah Layangan Dangong (ucapan masyarakat sekitar).
Layangan Dangong ini memiliki kerangka menyerupai bentuk bintang. Ukurannya juga cukup besar, kurang lebih setinggi orang dewasa.
Dengan ukuran yang cukup besar itu, layangan dangong ini memakai tali belat sebagai penarik dan pengendali layangan. Hanya orang dewasa yang bisa menerbangkan layangan itu, karena butuh tenaga yang extra untuk menarik layangan agar terbang ke udara.
Selain itu, menerbangkan layangan dangong ini harus pada tempat-tempat yang luas, agar tidak terjadi hal-hal yang diluar keinginan.
Saat Terbang Ke udara, Ada Irama Yang Terdengar Merdu Pada Layangan Dangong
Selain itu, layangan dangong ini juga memiliki irama khas yang terdengar saat terbang ke udara. Suaranya mirip seperti kecapi (irama khas gitar bugis). Masyarakat menyebutnya dengan istilah dangong atau fitu-fitu (irama khas pada layangan).
Irama yang terdengar pada layangan itu saat terbang, berasal dari kayu rotan ada juga genteng plastik putih yang tertempel pada layangan dangong.
Mas’ud (55) warga kelurahan betara kiri Rabu (25/05/2021) mengatakan, bahwa harus sabar untuk mengolah kayu rotan itu agar terdengar merdu saat terbang ke udara, yaitu dengan menghamplas atau menipiskan kayu itu sampai tipis seperti pisau atau sileet
Historis Layangan Dangong Kelurahan Betara Kiri
Mas’ud mengatakan bahwa sejarah permainan layangan tradisional tersebut sekitar tahun 1980 an.ia mengaku bahwa aktifitas permainan layang-layang tradisional ini bersifat musim-musiman atau bulan-bulanan.
“Waktu itu ia masih ber usia belasan tahun setiap musim layangan, waktu sore dan malam hari masyarakat setempat menarik layangan dangong ini, pada lapangan terbuka,” katanya.
“Saat itu aku liat salah seorang masyarakat suku bugis membuat layangan ini dan sekaligus fitu-fitu nya, tak lama aku coba menirukan cara pembuatan layang-layang itu, sampai akhirnya menjadi kegemaran masyarakat betara kiri saat itu, sampailah hari ini,” kata Mas’ud.
Baca Juga: Pinang Kelurahan Betara Kiri Naik Harga! Ini Respon Warga